Saat ini proporsi dan komposisi antara sosial realita dengan virtual reality mengalami perubahan yang sangat signifikan. Kalau dulu kita mengandalkan media konvensional, seperti media massa, maka sekarang ini dengan teknologi yang makin maju kita mengandalkan kompetensi baru, yaitu kompetensi visual, di mana kadang-kadang tanpa sadar kita terpengaruh yang kemudian seolah-olah disetir oleh teknologi itu.
Berbicara soal public relations pada umumnya kita bicara soal komunikasi. Sejatinya kita akan berada pada level personal, level organisasi, level nasional, bahakan level dunia virtual. Artinya, GPR sekarang ini ditantang dan dituntut untuk bisa memasuki relung-relung dunia virtual yang mendominasi kehidupan kita mengalahkan dengan dunia yang dulunya dominan, yaitu dunia sosial. Oleh sebab itu kata kuncinya adalah bagaimana kita sebagai member dari GPR ini melakukan strategi komunikasi yang strategis untuk bangsa dan negara kita.
Hal ini penting karena sekali lagi teknologi adalah alat yang kita gunakan dan kita miliki untuk kita kendalikan. Oleh sebab itu, bagaimana alat ini kemudian bisa dimanfaatkan untuk bergerak lebih cepat dalam berkomunikasi dengan semua stakeholder.
Bagaimanapun juga teknologi yang berkembang sangat cepat dan maju saat ini tetap ada manusia yang menjalankannya. Humas pemerintah jangan terombang-ambing oleh banyaknya teknologi komunikasi yang bisa membantu kita para praktisi humas selaku lokomotif komunikasi di dalam bangsa ini. Apalagi sebagai humas pemerintah, kita memiliki profesi komunikasi yang sangat strategis bagi bangsa Indonesia.
Komunikasi adalah oksigen bagi bangsa. Sebuah energi yang menggerakkan dan memfungsikan bangsa baik internal dalam organisasi, misalnya kementerian, lembaga ataupun instansi di daerah sampai kepada eksternal masyarakat yang tentu saja stratifikasi dan juga keragaman etnis dan lain-lain menjadi sangat plural serta menjadi catatan tersendiri untuk para praktisi humas pemerintah.
Peran komunikasi sebagai oksigen harus bisa menggerakkan seluruh komponen bangsa. Kita jangan sampai melupakan, bahwa komunikasi diharapkan bisa sebagai media gotong royong dalam melindungi segenap tumpah darah bangsa Indonesia. Komunikasi akhirnya bukan hanya melindungi saja malahan menjadi energi untuk mencapai dan memajukan kesejahteraan umum. Bagaimana ekonomi bangsa dapat mendorong untuk lebih sejahtera, lebih maju dan lebih modern sert mempunyai daya nalar yang lebih maju termasuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kita kembali mengingat, Indonesia sebagai bangsa yang besar yang diharapkan menjadi empat besar negara di dunia pada satu abad Indonesia merdeka nanti yang mampu menciptakan perdamaian dunia.
Hal tersebut telah berlanjut sejak misalnya tahun lalu dalam Presidensi G20 Indonesia dan tahun ini kita juga menjadi Keketuaan ASEAN. Bagaimana hal tersebut bisa menginspirasi dan memotivasi semua masyarakat untuk bergerak dengan cepat sesuai dengan tujuan bangsa kita dalam Pembukaan UUD 1945.
Kominfo dalam hal ini menjadi orkestrator yang mengendalikan, merencanakan, melaksanakan dan memantau komunikasi publik di mana sekarang ini komunikasi publik makin egaliter, artinya makin tidak lagi “one to many” melainkan “many to many” sehingga GPR menjadi penting untuk bisa mendayagunakan diri layaknya pasukan yang memberikan informasi sebagai oksigen positif kepada masyarakat.
Sebagai orkestrator, Kominfo bersama-sama dengan kementerian dan lembaga lain memiliki agenda yang di-arrangenah oleh KSP yang setiap dua minggu sekali paling tidak sudah disampaikan kepada kementeria, lembaga dan daerah. Kata kuncinya adalah semua berjalan bersama-sama, bergerak bersama-sama tidak bisa mengandalkan satu sisi saja.
Dasar penggerak kita adalah kita selalu punya narasi-narasi dan setiap hari narasi ini selalu dikaji bersama-sama, termasuk juga bagaimana narasi itu dibuat kemudian disebarluaskan. Pemilihan agenda, pemilihan pesan, pengemasan pesan, impactnya baik media massa, media sosial ataupun media yang lainnya yang kemudian akan dievaluasi secara rutin.
Orkestrasi narasi tunggal ini membutuhkan kesadaran bersama. Apalagi membangun mindset milenial pada tahap pertama haruslah memiliki mindset milenial. Pada tahap kedua, bagaimana kita membangun koordinasi komunikasi selayaknya pasukan berbaris. Gerakanya sama, intonasinya sama kemudian memberikan impact positif kepada masyarakat Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri.
Pemerintah sudah meningkatkan akselerasi transformasi digital, sehingga sekarang ini kita sebagai humas pemerintah dipacu untuk lebih cepat dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Dengan demikian, era 5.0 tidak lagi menjadi kekuatan yang semata-mata bertumpu pada alat saja melainkan, sekali lagi di manusianya-lah nanti, insan-insan humas pemerintah yang menjadi regulator teknologi yang terus berkembang maju.
(Insight from: Prof. Widodo Muktiyo, Staf Ahli Menteri Kominfo RI)